BUDAYA POLITIK
Rumusan masalah :
- 1. Ciri-ciri budaya politik
- 2. Macam-macam budaya politik
- 3. Pengertian sosialisasi politik
- 4. Alat-alat sosialisasi politik
- 5. Budaya poitik yang berkembang di masyarakat
- 6. Perkembangan budaya politik di Indonesia
- 7. Factor penyebab berkembangnya budaya politik di Indonesia
1. Ciri-ciri budaya politik
1) Memberi penekanan kepada perilaku berupa sikap, pandangan, ataupun kepercayaan
2) Orientasinya terhadap system politik
3) Menggambarkan masyarakat dalam suatu negara
4) Budaya politik menyangkut masalah legitimasi
5) Budaya politik menyangkut perilaku antar negara
6) Budaya politik menyangkut proses pembuatan kebijakan pemerintah
2. Macam-macam budaya politik
a. Berdasarkan sikap yang di tujukan
Pada
negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks,
menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan
keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap
orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap
”militan” atau sifat ”tolerasi”.
1) Budaya Politik Militan
Budaya
politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari
alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan
menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing
hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang
mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
2) Budaya politik toleransi
Budaya
politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus
dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka
pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang,
tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika
pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka
hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya
itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa
tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap
tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
a) Budaya politik yang memiliki mental absolute
Budaya
politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai
dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah
lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan
kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang
selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru
atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut
bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah
hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu
dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang
absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b) Budaya politik yang memiliki mental akomodatif
Struktur
mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa
saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis
terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan
perkembangan masa kini.
Tipe
absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu
yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu
tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap
sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat
perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan
mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
b. Berdaarkan orientasi politiknya
Realitas
yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa
variasi. Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan
karakter-karakter dalam budaya politik, maka setiap sistem politik akan
memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam
tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang setiap tipe memiliki
karakteristik yang berbeda-beda.
Dari
realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel
Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
1) Budaya politik parokial (parochial political culture)
yaitu
tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor
kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
2) Budaya politik kaula (subyek political culture)
yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
3) Budaya politik partisipan (participant political culture)
yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Dalam
kehidupan masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya
budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di
atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih
lanjut adalah sebagai berikut.
No.
|
Budaya Politik
|
Uraian/Keterangan
|
1
|
parokial
|
a. Frekuensi
orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input,
obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati
nol.
b. Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.
c. Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.
d. Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
e. Parokialisme
murni berlangsung dalam sistem tradisional yang lebih sederhana
dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim.
f. Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif.
|
2
|
Subyek/kaula
|
a. Terdapat
frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang
diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi
orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap
pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
b. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah
c. Hubungannya
terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output,
administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.
d. Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang terdiferensiansikan.
e. Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
|
3
|
partisipan
|
a. Frekuensi
orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input,
output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu.
b. Bentuk
kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan
secara eksplisit terhadap sistem politik secara komprehensif dan
terhadap struktur dan proses politik serta administratif (aspek input
dan output sistem politik)
c. Anggota masyarakat partisipasi terhadap objek politik
d. Masyarakat berperan sebagai aktivis
|
3. Pengertian sosialisasi politik
Sosialisasi
politik, merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input system politik
yang berlaku di Negara-negara manapun, juga yang menganut system politik
demokratis, otoriter, dictator, dan sebagainya. Sosialisasi poitik
merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik pada anggota
masyarakat.
Keterlaksanaan
sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan social, ekonomi
dan kebudayaan di mana seseorang/individu berada. Selain itu, juga di
tentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian
seseorang. Sosialisasi poliik, merupakan proses yang berlangsung lama
dan rumit yang dihasilkan dari usah salaing memengaruhi di antara
kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan
dan memeberi bentuk terhadap tingkah laku politiknya. Pengetahuan,
nilai-nilai, dan sikap-sikap yang diperoleh seseorang itu membentuk satu
layar presepsi, melalui dari mana individu menerima ransangan-ransangan
politik. Tingkah laku politik seseorang berkembang seccara
berangsur-angsur.
4. Alat-alat sosialisasi politik
Agen Sosialisasi Politik
Dalam
kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah
yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan
Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum
diketahui, yaitu :
1.keluarga
2.sekolah
3.peer groups
4.media massa
5.pemerintah
6.partai politik
a. Keluarga
Keluarga
merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk
karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang
paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak
kecil terhadap pandangan politik satu individu. Tokoh Sukarno misalnya,
memperoleh nilai-nilai penentangan terhadap Belanda melalui ibunya, Ida
Ayu Nyoman Rai. Ibunya, yang merupakan keluarga bangsawan Bali
menceritakan kepahlawanan raja-raja Bali dalam menentang Belanda di saat
mereka tengah berbicara. Cerita-cerita tersebut menumbuhkan kesadaran
dan semangat Sukarno untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsanya
yang terjajah oleh Belanda.
b. Sekolah
Selain
keluarga, sekolah juga menempati posisi penting sebagai agen
sosialisasi politik. Sekolah merupakan secondary group. Kebanyakan dari
kita mengetahui lagu kebangsaan, dasar negara, pemerintah yang ada, dari
sekolah. Oleh sebab itu, sistem pendidikan nasional selalu tidak
terlepas dari pantauan negara oleh sebab peran pentingnya ini.
c. Peer groups
Agen
sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk
kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah
teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Apa yang
dilakukan oleh teman-teman sebaya tentu sangat mempengaruhi beberapa
tindakan kita, bukan ? Tokoh semacam Moh. Hatta banyak memiliki
pandangan-pandangam yang sosialistik saat ia bergaul dengan
teman-temannya di bangku kuliah di Negeri Belanda. Melalui kegiatannya
dengan kawan sebaya tersebut, Hatta mampu mengeluarkan konsep koperasi
sebagai lembaga ekonomi khas Indonesia di kemudian hari. Demikian pula
pandangannya atas sistem politik demokrasi yang bersimpangan jalan
dengan Sukarno di masa kemudian.
d. Media massa
Media
massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Tidak perlu
disebutkan lagi pengaruh media massa terhadap seorang individu.
Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat
kabat cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah
ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak
memiliki kedalaman, tetapi media massa mampu menyita perhatian individu
oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’
e. Pemerintah
Pemerintah
merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah
merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik.
Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya.
Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana
beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada
sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya.
Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik
melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi
afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya
politiknya.
f. Partai politik
Partai
politik adalah agen sosialisasi politik secondary group. Partai politik
biasanya membawakan kepentingan nilai spesifik dari warga negara,
seperti agama, kebudayaan, keadilan, nasionalisme, dan sejenisnya.
Melalui partai politik dan kegiatannya, individu dapat mengetahui
kegiatan politik di negara, pemimpin-pemimpin baru, dan
kebijakan-kebijakan yang ada
5. Budaya politik yang berkembang di masyarakat
Budaya
politik yang berkembang di Indonesia adalah munculnya pembinaan
hubungan patron-client antara negara dengan masyarakat. Suasana ini
semakin menguat dengan banyaknya fasilitas yang dimiliki negara, Budaya
patron-client ini juga tumbuh di kalangan pelaku politik. Mereka lebih
memilih mencari sponsor dari atas daripada menggali dukungan dari
basisnya.
Organisasi
politiknya sudah modern, tapi etos kerja politiknya masih tradisional.
Lebih parah lagi, suasana feodalisme masih dijalankan.Oleh karena itu,
harus dilakukan perbaikan terhadap institusi-institusi yang kurang dapat
menyerap semangat masyarakat yang berpikir kritis terhadap pembinaan
politik melalui infra struktur politik. Ini menuntut kemauan para
pimpinan partai politik untuk mendorong proses keterbukaan.
6. Perkembangan budaya politik di Indonesia
v Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain.
v Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia.
v Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia.
v Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia.
7. Faktor penyebab berkembangnya budaya politik di Indonesia
Menurut Robert Le Vine, terdapat 3 (tiga) faktor masalah penting dalam sosialisasi politik pada masyarakat berkembang, yaitu sebagai berikut :
- Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka untuk "memodernisasi" keluarga tradisonal lewat industrialisasi dan pendidikan.
- Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin, sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nilai tradisonal. Namun, si Ibu dapat memainkan satu peranan penting pada saat sosialisasi dini dari anak.
http://www.youtube.com/watch?v=UzkllL4aLFI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar